GUDEG
|
![]() |
Gambar makanan khas DIY Gudeg. |
Di Jawa Tengah, ada legenda yang mengaitkan asal-usul gudeg dengan berdirinya Kerajaan Mataram pada akhir abad ke-16. Dikisahkan bahwa pada saat itu pejuang yang membuka hutan untuk pembangunan ibu kota negara baru di wilayah Yogyakarta saat ini tidak mendapat pasokan makanan yang memadai. Sementara itu hanya pohon nangka dan kelapa yang tumbuh subur di hutan tersebut. Saat masih muda buah nangka keras, dan tidak dapat dimakan mentah, mereka pun merebus buah nangka muda dalam santan dalam panci logam besar dan mengaduknya dengan papan kayu. Proses memasak seperti ini dalam bahasa jawa sehari-hari disebut hangudêk (jw. Hangudek)"mengaduk". Dari kata inilah menurut legenda, menjadi asal mula nama makanan yang ditemukan oleh prajurit Mataram tersebut, "Gudeg".
Gudeg dibuat dari daging buah nangka yang masih mentah. Berbeda dengan daging buah nangka matang, yang lembut, kuning cerah, berminyak, dan rasanya sangat manis, nangka mentah memiliki konsistensi padat dan agak kering, bergetah, berwarna keputihan atau krem ringan, dan tidak bisa dimakan mentah. Setelah kulitnya dikupas, nangka muda dipotong kecil-kecil dan direbus terlebih dahulu dalam air mendidih sampai lunak. Setelah itu, potongan nangka dituangkan dengan santan dan sering dicampur dengan air kelapa, dibumbui dengan bumbu tertentu dan direbus lama, biasanya selama 4–6 jam. Dalam semua jenis gudeg baik gudeg kering dan basah, atau gudeg merah dan putih biasanya ditambahkan gula aren, sebagai pemanis. Rasa manis inilah yang menjadi cita rasa khas gudeg.
Jika disajikan sendiri, gudeg dapat dianggap sebagai makanan vegetarian, karena hanya terdiri dari nangka mentah dan santan. Namun, gudeg biasanya disajikan dengan telur atau daging ayam. Gudeg sering kali disajikan dengan nasi putih dan ayam, baik opor ayam, telur pindang, opor telur atau telur rebus biasa, tahu atau tempe, serta sambel goreng krecek. Pengemasan gudeg juga beragam, ada yang di kemas di besek (kotak yang terbuat dari bambu), kendil (guci tanah liat), dan juga kalengan. Kemasan dalam bentuk kalengan ini bahkan bisa bertahan sampai satu tahun, namun rasanya tidak sama saat baru dimasak.
Ada banyak sekali varian Gudeg, seperti kering, basah, gaya Yogyakarta, gaya Solo, dan gaya Jawa Timur. Gudeg kering hanya memiliki sedikit santan dan memiliki sedikit kuah. Gudeg basah mengandung lebih banyak santan. Gudeg yang paling umum berasal dari Yogyakarta, dan biasanya lebih manis, lebih kering, dan berwarna kemerahan karena penambahan daun jati sebagai pewarna. Gudeg solo dari kota Surakarta lebih berair dan berkuah, banyak santan, dan berwarna keputihan karena umumnya tidak ditambahkan daun jati. Gudeg Yogyakarta biasa disebut "gudeg merah", sedangkan gudeg Solo disebut juga "gudeg putih". Gudeg gaya Jawa Timur memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan dengan gudeg gaya Yogyakarta yang lebih manis.
Gudeg secara tradisional diasosiasikan dengan Yogyakarta, dan Yogyakarta terkadang dijuluki "Kota Gudeg". Pusat restoran gudeg Yogyakarta berada di kawasan Wijilan sebelah timur Kraton Yogyakarta. Seperti halnya banyak masakan Indonesia lainnya, berbagai jenis gudeg secara tradisional dianggap sebagai kuliner khas kota atau daerah tertentu dan dijuluki dengan nama geografis masing-masing. Oleh karena itu, gudeg merah sering disebut gudeg "Yogyakarta", dan gudeg putih disebut gudeg "Surakarta", sesuai dengan nama kota asalnya di Jawa Tengah tersebut.
Di Jawa, gudeg merupakan hidangan populer di rumah, restoran, dan jajanan kaki lima. Gudeg dijajakan dalam industri katering dari semua tingkatan, dari restoran, warung makan, hingga gerobak pedagang kaki lima, atau menggunakan mobil khusus untuk berjualan. Di warung-warung dan toko-toko tradisional, kotak kardus atau keranjang kecil yang dianyam dari bambu sering digunakan sebagai wadah hidangan gudeg.
Salah satu daya tarik Yogyakarta adalah Jalan Wijilan, yang terletak di bagian tengah kota di sekitar Keraton Yogyakarta, dipenuhi dengan puluhan restoran dan toko yang mengkhususkan diri menjual gudeg, banyak di antaranya buka 24 jam. Banyak pencinta gudeg atau wisatawan kuliner datang ke sini setiap hari. Gudeg juga didistribusikan dari sini ke daerah atau kota di sekitanya. Beberapa restoran "gudeg" lokal ini telah berdiri lebih dari enam puluh tahun dan terkenal hingga di luar kota Yogyakarta.
Sejak tahun 1920-an, industri makanan Indonesia telah memproduksi makanan kaleng siap saji. Gudeg juga kadang dijual sebagai makanan kalengan, gudeg kaleng ini biasanya berisi gudeg matang atau setengah matang yang dilengkapi dengan bumbu dan rempahnya. Namun, ada pula gudeg kaleng yang hanya berupa rebusan daging nangka cincang dan harus dimasak sendiri.
Sumber :
- https://id.wikipedia.org/wiki/Gudeg
- https://nge-jowo.blogspot.com/2017/09/gudheg.html
Komentar
Posting Komentar